BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Allah telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan,
ada lelaki ada perempuan salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak
yang bertujuan untuk generasi atau melanjutkan keturunan. Oleh Allah manusia diberikan
karunia berupa pernikahan untuk memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan
untuk melanjutkan dan melestarikan generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat
tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah
datang dengan membawa ajaran pernikahan yang sesuai dengan syariat-Nya. Islam
menjadikan lembaga pernikahan itu pulan akan lahir keturunan secara terhormat,
maka adalah satu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan wajar pernikahan
dikatakan sebagai suatu peristiwa dan sangat diharapkan oleh mereka yang ingin
menjaga kesucian fitrah.
Setelah kita mengetahui
tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk
berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak
hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk
selama-lamanya sampai akhir hayat kita.
Muslim atau Muslimah
dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu.
Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak
menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini
dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan
kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang
akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik
bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah
tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak
istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup
pilihan kita setelah berumah tangga kelak.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu arti pernikahan?
2. Apa saja Dasar hukum menikah menurut
Al-Qur’an dan Hadits?
3. Bagaimana Kriteria memilih pasangan
suami atau pun istri menurut pandangan Islam?
C.
Tujuan Penulis
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Keluarga Muslim, dan
selain itu dengan membuat makalah ini maka kami mengetahui apa arti pernikahan
serta dasar-dasar yang ada dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Lebih utamanya alam
makalah ini yaitu kriteria memilih pasangan suami ataupun istri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti Pernikahan
Perkawinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan
bercampur. Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang
menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh
kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam.
Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud pasangan dalam
penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah s.w.t. menjadikan
manusia itu berpasang-pasangan, menghalalkan perkahwinan dan mengharamkan zina.
Adapun nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad.
Sedangkan pengertian hubungan badan itu hanya metafora saja. Islam adalah agama
yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada
suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada
satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak
kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.
Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana
mencari kriteria calon calon pendamping hidup, hingga bagaimana
memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya.
Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang
meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang
sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini
insyaallah kami akan membahas perkawinan menurut hukum islam.
Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan
akan mendapat pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi
dimakruhkan karna tidak mengikuti sunnah rosul. Arti dari pernikahan disini
adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu laki-laki
dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.
Suatu pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun
keluarga yang sakinah mawaddah warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang
solihah. Keturunan inilah yang selalu didambakan oleh setiap orang yang sudah
menikah karena keturunan merupakan generasi bagi orang tuanya.
B.
Dasar Hukum Nikah
a.
Dasar hukum dalam Al-Quran
- “Dan nikahkanlah orang-orang
yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari
hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika
mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah
Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur (24) : 32)
- Dan diantara tanda-tanda
kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
- Dan orang-orang yang beriman,
lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung
(penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat
oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).
- Wanita yang baik adalah untuk
lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu
pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu :
Surga) (Qs.
An Nuur (24) : 26).
- ..Maka nikahilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..(Qs. An Nisaa’ (4) : 3).
b.
Dasar hukum dalam Hadits
- Anjuran-anjuran Rasulullah
untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: “Nikah itu sunnahku, barangsiapa
yang tidak suka, bukan golonganku !”(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah
r.a.).
- Dari Aisyah, “Nikahilah
olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta
(rezeki) bagi kamu¡¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud).
- Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah
perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihat.(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An
Nasai).
- “Dunia ini dijadikan Allah
penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah”
(HR. Muslim)
- “Wahai generasi muda ! Bila
diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih
terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara.” (HR. Bukhari dan Muslim dari
Ibnu Mas’ud).
- Kawinlah dengan wanita yang
mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan
kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).
- Rasulullah SAW. bersabda : “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak
menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR.
Bukhari).
- Wahai para pemuda, siapa saja
diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah.
Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih
menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia
berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR.
Bukhori-Muslim)
- “Dari Jabir r.a., Sesungguhnya
Nabi SAW. telah bersabda : Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang
karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah
yang beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
C. Memilih Pasangan Suami –
Istri Menurut Pandangan Islam
Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga
mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup
karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan
tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.
Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah
mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan
syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya
dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah
menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam
hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan
menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami
atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi
nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap
pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.
Terikatnya jalinan cinta dua orang insan dalam sebuah pernikahan
adalah perkara yang sangat diperhatikan dalam syariat Islam yang mulia ini.
Bahkan kita dianjurkan untuk serius dalam permasalahan ini dan dilarang
menjadikan hal ini sebagai bahan candaan atau main-main.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
ثلاث
جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة
“Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya
dianggap serius: nikah, cerai dan ruju.’”
(Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i. Dihasankan oleh Al Albani
dalam Ash Shahihah)
Salah satunya dikarenakan menikah berarti mengikat seseorang untuk
menjadi teman hidup tidak hanya untuk satu-dua hari saja bahkan seumur hidup,
insya Allah. Jika demikian, merupakan salah satu kemuliaan syariat Islam bahwa
orang yang hendak menikah diperintahkan untuk berhati-hati, teliti dan penuh
pertimbangan dalam memilih pasangan hidup.
Sungguh sayang, anjuran ini sudah semakin diabaikan oleh kebanyakan
kaum muslimin. Sebagian mereka terjerumus dalam perbuatan maksiat seperti
pacaran dan semacamnya, sehingga mereka pun akhirnya menikah dengan kekasih
mereka tanpa memperhatikan bagaimana keadaan agamanya. Sebagian lagi memilih
pasangannya hanya dengan pertimbangan fisik. Mereka berlomba mencari wanita
cantik untuk dipinang tanpa peduli bagaimana kondisi agamanya. Sebagian lagi
menikah untuk menumpuk kekayaan. Mereka pun meminang lelaki atau wanita yang kaya
raya untuk mendapatkan hartanya. Yang terbaik tentu adalah apa yang dianjurkan
oleh syariat, yaitu berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih
pasangan hidup serta menimbang anjuran-anjuran agama dalam memilih pasangan.
Setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya
mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut:
1.
Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka
dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini.
Karena Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling
bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)
Sedangkan taqwa adalah menjaga diri dari adzab Allah Ta’ala dengan
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang
muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi
Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam pun menganjurkan memilih istri yang baik agamanya,
تنكح
المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena
kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih
wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu
akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إذا
جاءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه إلا تفعلوه تكن فتنة في الأرض وفساد كبير
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama
dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di
muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR.
Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan
lighoirihi)
Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi
perhatian dalam memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu
apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan
disinilah diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.
Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik
tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah
adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
من
يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan
dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR.
Bukhari-Muslim)
2.
Al Kafa’ah (Sekufu)
Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa-
adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul
Arab, Ibnu Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama
adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan.
(Dinukil dari Panduan Lengkap Nikah, hal. 175). Atau dengan kata lain
kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran
ini. Di antaranya firman Allah Ta’ala,
الْخَبِيثَاتُ
لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ
وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki
yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk
laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik
pula.” (QS. An Nur: 26)
Al Bukhari pun dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid
Diin (Sekufu dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadits,
تنكح
المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena
kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih
karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan
merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan
kedudukan sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini
diisyaratkan oleh kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, seorang
sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha. Zainab adalah
wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid adalah lelaki biasa yang tidak
tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus
seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
apalagi kita?
3.
Menyenangkan jika dipandang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang
telah disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah
satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan,
juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah
salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan
hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan
ketentraman dalam hati.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu
istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga menyebutkan 4 ciri wanita sholihah yang salah satunya,
وان
نظر إليها سرته
“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat
wanita yang yang hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan
wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik. Sebagaimana ketika ada
seorang sahabat mengabarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bahwa ia akan melamar seorang wanita Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أنظرت
إليها قال لا قال فاذهب فانظر إليها فإن في أعين الأنصار شيئا
“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.”
Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata
orang-orang Anshar terdapat sesuatu.” (HR. Muslim)
4.
Subur (mampu menghasilkan keturunan)
Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan
dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan)
kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum
muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam.
Oleh karena itulah, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,
تزوجوا
الودود الولود فاني مكاثر بكم الأمم
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga
dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu
Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)
Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih)
berpendapat bolehnya fas-khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena
diketahui suami memiliki impotensi yang parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang
istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu
selama 1 tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan
(oleh penguasa)” (Lihat Manhajus Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah
hal. 202)
ü
Kriteria Khusus untuk
Memilih Calon Suami
Khusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping,
ada satu kriteria yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami memiliki
kemampuan untuk memberi nafkah. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban
seorang suami. Islam telah menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak
serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk dalam kategori dosa besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كفى
بالمرء إثما أن يضيع من يقوت
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang
menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al
Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah
dalam memilih suami. Seperti kisah pelamaran
Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:
عن
فاطمة بنت قيس رضي الله عنها قالت: أتيت النبي صلى الله عليه وسلم، فقلت: إن
أبا الجهم ومعاوية خطباني؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:”أما معاوية،
فصعلوك لا مال له ، وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن عاتقه
“Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya
Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai
harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak merekomendasikan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka
ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.
Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan
tujuan utama. Jika sang calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan
tulang punggungnya dan keluarganya kelak itu sudah mencukupi. Karena Allah dan
Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa yang
dikarunai Allah) serta mencela penghamba dan pengumpul harta. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
تعس
عبد الدينار، والدرهم، والقطيفة، والخميصة، إن أعطي رضي، وإن لم يعط لم يرض
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba
khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika
tidak diberi ia marah.” (HR. Bukhari).
Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena
Allah pun menjanjikan kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga
kehormatannya dengan menikah untuk diberi rizki.
وَأَنكِحُوا
الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن
يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian.
Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan
karunia-Nya.” (QS. An Nur: 32)
ü
Kriteria Khusus untuk
Memilih Istri
Salah satu bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam
Islam adalah bahwa terdapat anjuran untuk memilih calon istri dengan lebih
selektif. Yaitu dengan adanya beberapa kriteria khusus untuk memilih calon
istri. Di antara kriteria tersebut adalah:
a. Bersedia taat kepada suami
Seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala,
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An Nisa: 34)
Sudah sepatutnya seorang pemimpin untuk ditaati. Ketika ketaatan
ditinggalkan maka hancurlah ‘organisasi’ rumah tangga yang dijalankan. Oleh
karena itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam banyak dalil memerintahkan seorang
istri untuk taat kepada suaminya, kecuali dalam perkara yang diharamkan.
Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa besar, sebaliknya ketaatan
kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا،
وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya,
mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya,
maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani)
Maka seorang muslim hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya
yang telah menyadari akan kewajiban ini.
b. Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya
kecuali kepada suaminya
Berbusana muslimah yang benar dan syar’i adalah kewajiban setiap
muslimah. Seorang muslimah yang shalihah tentunya tidak akan melanggar
ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا
يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu
dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.’” (QS. Al Ahzab: 59)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkan
dua kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau lihat, salah satunya
adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana yang syar’i. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
نساء
كاسيات عاريات مميلات مائلات رؤسهن كأسنة البخت المائلة لا يدخلن الجنة ولا يجدن
ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا
“Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang
berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan
masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal wanginya surga dapat
tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR.
Muslim)
Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama merumuskan
syarat-syarat busana muslimah yang syar’i di antaranya: menutup aurat dengan
sempurna, tidak ketat, tidak transparan, bukan untuk memamerkan kecantikan di
depan lelaki non-mahram, tidak meniru ciri khas busana non-muslim, tidak meniru
ciri khas busana laki-laki, dll.
Maka pilihlah calon istri yang menyadari dan memahami hal ini, yaitu
para muslimah yang berbusana muslimah yang syar’i.
c. Gadis lebih diutamakan dari janda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar
menikahi wanita yang masih gadis. Karena secara umum wanita yang masih gadis
memiliki kelebihan dalam hal kemesraan dan dalam hal pemenuhan kebutuhan
biologis. Sehingga sejalan dengan salah satu tujuan menikah, yaitu menjaga dari
penyaluran syahawat kepada yang haram. Wanita yang masih gadis juga biasanya
lebih nrimo jika sang suami berpenghasilan sedikit. Hal ini semua dapat
menambah kebahagiaan dalam pernikahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
عليكم
بالأبكار ، فإنهن أعذب أفواها و أنتق أرحاما و أرضى باليسير
“Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya
lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al Albani)
Namun tidak mengapa menikah dengan seorang janda jika melihat
maslahat yang besar. Seperti sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu
‘anhu yang menikah dengan janda karena ia memiliki 8 orang adik yang masih
kecil sehingga membutuhkan istri yang pandai merawat anak kecil, kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyetujuinya (HR.
Bukhari-Muslim)
d. Nasab-nya baik
Dianjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita
untuk mencari tahu tentang nasab (silsilah keturunan)-nya.
Alasan pertama, keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi
ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga
yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang shalihah.
Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat
permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina. Mereka menganggap bahwa
jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan keduanya maka selesailah
permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan Islam, anak yang
dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina, namun
di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,
الوَلَدُ
لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجْرُ
“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya
dihukum.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang yang berstatus suami
dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut kepada lelaki pezina
menyelisihi tuntutan hadits ini.
Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia
perempuan maka suami dari ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya.
Jika ia menjadi wali maka pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak sah
lalu berhubungan intim, maka sama dengan perzinaan. Iyyadzan billah, kita
berlindung kepada Allah dari kejadian ini.
Oleh karena itulah, seorang lelaki yang hendak meminang wanita
terkadang perlu untuk mengecek nasab dari calon pasangan.
Demikian beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang
muslim yang hendak menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan
usaha untuk memilih pasangan, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha
ada di tangan Allah ‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa
kepada Allah Ta’ala agar dipilihkan calon pasangan yang baik. Salah satu doa
yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan shalat Istikharah. Sebagaimana
hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata,
إذا
هم أحدكم بأمر فليصلِّ ركعتين ثم ليقل : ” اللهم إني أستخيرك بعلمك…”
“Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka shalatlah
dua raka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku beristikharah kepadamu dengan
ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhari)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shaalihat. Wa
shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Dr.
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan. PT Raja Grafindo Persada:
Jakarta. 1995
http://islamdiaries.tumblr.com/post/31911406977/memilih-pasangan-idaman-menurut-sunnah-rasulullah