BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Firman
Allah SWT dan warisan Rosulullah SAW yang tak akan pernah terhapus oleh masa
adalah Al-qur’an dan Al-hadits, dengan mengetahui sejarah perkembangan
Al-qur’an serta pengertian dan sifat-sifatnya juga perbedaan Al-Qur’an dan
Hadits menjadi sesuatu yang luar biasa dalam ajaran umat islam, sehingga kita
umat islam bisa mengetahui bagaimana perjuangan para syuhada’ yang telah
merawat dan menjaga Al-qur’an pada masa Nabi, Sahabat, dan Tabi’in.
Al-qur’an adalah firman Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril secara berangsur-angsur selama
22 tahun 2 bulan 22 hari di kota Mekkah dan Madinah. Pada waktu turunnya
Al-qur’an, Bangsa Arab hanya sedikit diantara
mereka bisa menulis dan membaca, pada masa itu juga mereka belum mengenal
“Alqirthas” yang berarti “kertas” melainkan mereka menggunakan batu, kelopak
kurma dan kulit binatang untuk menulis Al-qur’an.
Walaupun Bangsa Arab pada waktu itu
masih buta huruf, tapi mereka mempunyai ingatan yang sangat kuat. Pegangan mereka
dalam memelihara dan meriwayatkan syair-syair dari pada pujangga,
peristawa-peristiwa yang terjadi dan lain sebagainya adalah dengan hafalan
semata.
Dan
juga dengan mengetahui definisi wahyu dan cara penurunannya wahyu, menjadu
suatu yang luar biasa karna kita sebagai umat islam mengetahui bagaimana cara
Nabi Muhammad Saw diturunkan wahyu oleh Allah Swt.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Sejarah Perkembangan
Al-Qur’an dari masa ke masa?
2.
Apa Definisi dan Sifat-sifat
Al-Qur’an?
3.
Apa perbedaan Al-Qur’an dan Hadits?
4.
Apa yang dimaksud dengan Wahyu dan
bagaimana cara penurunannya?
C. Tujuan Penulisan
Dengan
menulis makalah ini kita mengetahui Sejarah Perkembangan Al-Qur’an serta
pengertian dan Sifat-sifat Al-Qur’an yang sebelumnya kita ketahui. Dan juga
dapat mengetahui perbedaan Al-Qur’an dan Hadits. Wahyu yang diturunkan Allah
kepada Nabi Muhammad Saw pun dapat kita ketahui dari sumber-sumber penulisan
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Ilmu Al-Qur’an dan Sejarah Perkembangannya
a.
Ilmu Al-Qur’an
Kitab suci Al-Quran sebagai
pedoman umat Islam dengan kesusasteraan bermutu
tinggi harus dipahami dengan benar. Hasbi Ash-Shidieqi menyatakan untuk
dapat memahami Al-Quran dengan sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya
sekalipun, diperlukan sejumlah ilmu pengetahuan, yang disebut Ulumul Qur”an.[1]
`Ulum Al-Qur'an berasal dari bahasa Arab, terdiri dari dua
kata, yaitu : 'ulum (jamak dari ilmu) dan
Al-Qur'an. Badr al-Din Muhammad al-Zarkasyi mendefinisikan ‘ulum
Al-Qur'an sebagai ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan
dengan Al-Qur'an dari aspek turunnya, sistematikanya,
pengumpulan dan penulisannya, bacaan-bacaannya, tafsirnya,
kemukjizatannya, nasikh mansukh, dan lain-lain. Ulama
ulama lain seperti Al-Zargani, Manna'al-Qaththan,
Subhi al-Sholih, dan lainnya juga mendefinisikan ilmu Al-Qur'an sebagai ilmu yang
mencakup pembahasan yang berkaitan dengan informasi tentang asbab al-nuzul,
kodifikasi dan tertib penulisan, ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah maupun
Madinah, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Al-Qur'an.
Dari
beberapa pendapat disimpulkan bahwa ulum Al-Qur'an
merupakan ilmu yang membahas segala hal ihwal yang berkaitan dengan Al-Qur'an. Ilmu-ilmu
itu baik bersifat teoretis atau praktis, baik yang sudah dibahas atau yang
belum, dan yang berkaitan dengan ayat-ayat quraniyah maupun
kauniyah. Oleh karenanya pembahasan ulum Al-Qur'an sangat luas sekali, namun
demikian sebagai halnya banyak dibahas dalam kitab-kitab ulum Al-Qur'an, para
ulama lebih banyak menekankan pada pembahasan yang berakitan dengan teks
al-Qur'an.
- Ruang Lingkup Ilmu Al-Qur'an
Ruang lingkup ilmu Al-Qur'an
berkaitan dengan cabang-cabang ilmu Al-Qur'an. Para ulama sepakat
menyatakan terdapat cabang-cabang terpenting, yakni :
·
Asbab al-nuzul (ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat-ayat A-Qur'an)
·
I’jaz Al-Qur'an (ilmu tentang
kemukjizatan Al-Qur'an)
·
Nasikh wa mansukh (ilmu tentang ayat yang menghapus
dan dihapus hukumnya oleh ayat lain)
·
Ahkam Al-Qur'an (ilmu tentang hukum-hukum Al-Qur'an)
·
Fadlail Al-Qur'an (ilmu tentang keutamaan-keutamaan Al-Qur'an)
·
Ta'wil Al-Qur'an (ilmu tentang takwil Al-Qur'an)
·
Al-muhkam wa al-Mutasyabih (ilmu tentang ayat-ayat yang jelas dan
yang samar)
·
Tarikh Al-Qur'an wa tadwinnih wa naskhih wa kuttabih wa
rasmih (sejarah Al-Qur'an dan pembukuannya,
salinannya, penulis-penulisnya dan bentuk tulisannya)
·
I 'rab Al-Qur'an (ilmu
tentang tata bahasa Al-Qur'an)
·
Al-Qira'at (ilmu tentang bacaan-bacaan Al-Qur'an) dan
c.
Sejarah Perkembangan Al-Qur’an
Al-Quran sendiri yang menyatakan bahwa keautentikan (orisinilitas)
Al-Qur’an dijamin oleh Allah Swt sesuai dengan firman-Nya :
“Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan al-Dzirk
(Al-Qur’an) dan sesungguhnya kami jugalah yang benar-benar memeliharanya” (Qs. Al-Hijr (15) ayat 9)
Adapun
sejarah pemelihraan Al-Qur’an itu sendiri secara global dan umum pada dasarnya
dapat ditelusuri dari empat tahap besar yaitu: pencatatan Al-Qur’an di zaman Nabi Muhammad Saw, Penghimpunannya di
zaman Abu Bakar as-Shiddiq, Pengandaan Al-Qur’an di zaman ‘Utsman ibn ‘Affan,
pencetakan Al-Qur’an pada abad ke-17 Masehi.[3]
1.
Tahap
pencatatan di zaman Nabi Muhammad Saw
Sejarah
telah mencatat bahwa pada masa-masa awal kehadiran agama Islam, bangsa Arab
tempat diturunkannya Al-Qur’an tergolong kedalam bangsa yang buta aksara, tidak
pandai membaca dan menulis. Kalaupun ada yang bisa baca dan tulis itu hanya
beberapa orang saja dapat dihitung dengan jari. Nabi Muhammad Saw sendiri
dinyatakan sebagai nabi yang ummi,
yang berarti tidak pandai membaca dan menulis. Nabi Muhammad Saw adalah
Nabi/Rasul yang ummi yang tidak
pernah membaca dan menulis satu kitab apapun. Dan bangsa Arab yang pertama kali
menerima Al-Qur’an adalah bangsa yang ummi,
tidak mampu membaca dan menulis kecuali segelincir saja dari mereka. Karenanya,
Al-Qur’an ayat yang pertama kali diturunkan itu surah Al-‘Alaq sebagai surat
perintah membaca dan menulis.[4]
Kekuatan
daya hafal bangsa Arab dalam hal ini para sahabat benar-benar dimanfaatkan
secara optimal oleh nabi dengan memerintahkan mereka supaya menghafal setiap
kali ayat Al-Qur’an diturunkan. Sementara yang pandai menulis yang dari waktu
ke waktu semakin bertambah banyak oleh Nabi diperbolehkan mencatat Al-Qur’an
setiap kali beliau menerima ayat-ayat Al-Qur’an. Pada zaman itu tercatatlah
para hafizh dan hafizhah (pria dan wanita penghafal Al-Qur’an) serta katib(pencatat/penulis) Al-Qur’an yang
sangat handal. Bahkan banyak juga dari kalangan mereka ada yang penulis
sekaligus penghafal Al-Qur’an.
Sejarah
mencatat bahwa dari sekian banyak penulis resmi ayat-ayat Al-Qur’an yang diterima Rasul, dan kemudian
disampaikannya kepada para sahabatnya, Zaid Ibn Tsabitlah yang paling
profesional dan paling andal melakukannya. Dengan sangat cermat dan teliti,
Zaid dan kawan-kawan selalu mencatat ayat-ayat Al-Qur’an dan menempatkan serta
mengurutkannya teks-teks surat Al-Qur’an sesuai dengan petunjuk Nabi Saw.
Mereka mencatat pada benda-benda yang mungkin digunakan sebagai sarana
tulis-menulis terutama pelepah-pelepah kurma, kulit-kulit hewan,
tulang-belulang, bebatuan dan lainnya yang diatasnya dapat digoreskan ayat-ayat
Al-Qur’an.[5]
2.
Tahap
Penghimpunan di Zaman Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq
Penghimpunan
Al-Qur’an ke dalam satu mushhaf, baru dilakukan di zaman Khalifah Abu Bakar
As-Shiddiq, tepatnya setelah terjadi peperangan yamamah (12H/633M), dalam
peperangan yamamah ini konon terbunuh sekitar 70-an orang syuhada dan penghafal
Al-Qur’an dengan amat baiknya. Padahal, sebelum peristiwa yang mengenasi itu
terjadi, telah pula meninggal 70 qurra’
lainnya pada peperangan disekitar sumur ma’unnah
yang terletak didekat kota Madinah.
Abu Bakar
membuat sebuah kegiatan, beliau mengangkat semacam panitia atau lajnah
penghimpunan Al-Qur’an yang terdiri atas empat orang dengan komposisi
kepanitiaan sebagai berikut: Zaid Ibn Tsabit sebagai ketua, dan tiga orang
lainnya yakni ‘Utsman Ibn ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, dan Ubay bin Ka’ab,
masing-masing bertindak sebagai anggota. Himpuanan Al-Qur’an yang dilakukan
Zaid Ibn Tsabit kemudian dipegang Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq hingga akhir
hayatnya. Dan ketik kekhalifahan dipegang Umar Ibn al-Khaththab himpuanan
Al-Qur’an pun beralih ke tangan Umar. Ketika Umar meninggal, dan kekhalifahan
di jabat oleh ‘Utsman Ibn ‘Affan, tapi untuk sementara waktu himpuanan tersebut
dirawat oleh Hafshah binti Umar karena dua alasan: pertama, Hafshah seorang hafizhah dan Kedua, dia juga salah seorang istri Nabi disamping anak seorang
Khalifah.[6]
3.
Tahap
Penggandaan di Zaman Khalifah Utsman Ibn Affan
Dalam menetapkan bentuk Al-Qur’an
menyiratkan bahwa perbedaan-perbedaan serius dalam qira’at ( cara membaca ) Al-Qur’an,
perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan tentara tentara muslim
yang sebagian direkrut dari siria dan sebagian lagi dari irak. Khalifah
berumbuk dengan para sahabat senior nabi dan akhirnya menugaskan Zaid Ibn Tsabit
“ mengumpulkan” Al-Qur’an. Bersama Zaid, ikut bergabung tiga anggota keluarga
mekkah terpandang: Abdullah bin Zubair,
Sa’id bin Al-‘ish dan Abd Ar-Rahma bin Al-harits.
Prinsip yang mereka ikuti dalam
menjalankan tugas bahwa dalam kasus kesulitan bacaan, dialek quraisy suku dari mana nabi berasal harus dijadikan
pilihan. Al-Qur’an direvisi dengan nabi berasal dan dibandingkan dengan suhuf
yang berada ditangan hafshah. Dengan demikian suatu naskah otoriatif ( absah ) Al-Qur’an
disebut mushaf ‘Ustmani, telah ditetapkan. Sejumlah salinan dibuat dan
dibagikan ke pusat-pusat utana daerah islam.
‘Utsman memutuskan agar
mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf-mushaf yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a.
Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis
berdasarkan riwayat ahad.[7]
b.
Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat
tersebut tidak diyakini dibaca kemabli dihadapan nabi pada saat – saat
terakhir.
c.
Kronologis surat dan ayat seperti yang sekarang
ini, berbeda dengan mushaf Abu bakar yang susunan suratnya berbeda dengan
mushaf Utsman
d.
Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu
mencakupi qira’at yang berbeda dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika turun
e.
Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan
4.
Tahap
Pencetakkan Al-Qur’an
Pemeliharaan
Al-Qur’an diturunkan dari waktu ke waktu, termasuk ketika dunia tulis-menulis
mengalami kemajuan dalam hal percetakan seperti buku-buku dan media cetak
lainnya, Al-Qur’an pun pertama kali dicetak di kota Hanburg, Jerman pada abad
ke-17 M. Sejak itu Al-Qur’an terus menerus mengalami kemajuan yang sangat
berarti, dinegara mayoritas bahkan minoritas sekalipun tidak ada yang tidak
memiliki percetakan.
Lebih dari
itu, negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam lebih menyatakan
diri sebagai negara Islam, mereka telah memiliki panitia khusus yang bertugas
mentashhih setiap percetakan Al-Qur’an salah satunya di Indonesia. Satu hal
menarik tentang penulis dan pencetakkan Al-Qur’an dialah bahwa Al-Qur’an
ditulis/dicetak dalam berbagai bentuk dan ukuran, dengan cover/jilid yang beraneka ragam.[8]
5.
Pengajaran
Al-Qur’an di Berbagai Dunia Islam
Seiring
dengan kemajuan dunia cetak-mencetak Al-Qur’an, upaya pemeliharaan kesucian dan
kemuliaan Al-Qur’an melalui sistem hafalan tetap dipertahankan hingga kini.
Hampir tidak ada negara-negara Islam atau penduduk mayoritas bahkan minoritas
sekalipun yang tidak mengupayakan lembaga pendidikan yang secara khusus membina
dan mendidik para pelajarannya untuk menghafal Al-Qur’an.
Di Makkah, dan kota-kota lain dalam jazirah
Arab umumnya, baik dengan maktab maupun madrasah serta darul ulum dan
lain-lain, pelajaran Al-Qur’an termasuk penghafalan di dalamnya diajarkan
sedemikian rupa. Demikian pula di Madinah di antaranya Madrasah Tahzib li
Tahfizh Al-Qur’an al-Karim, yang didirikan pada masa Ibn Sa’ud dan diresmikan
pada tahun 1935. Madrasah ini tentu telah melahirkan sekian banyak
hafiz-hafizhah.
Di Mesir, sekolah-sekolah Awaliyah
(setingkat madrasah ibtidaiyah atau sekolah dasar) diwajibkan menghafal
Al-Qur’an kalau mereka hendak menamatkan pelajaran di sekolah-sekolah Alawiyah
dan hendak meneruskan pelajarannya ke sekolah-sekolah Muslimin, maka hafal
mereka tentang Al-Qur’an itu selalu diuji, sehinggan pelajar-pelajar lulusan
sekolah Muslimintelah hafal Al-Qur’an seluruhnya dengan baik.
Demikian
juga di sejumlah negara Islam yang lain semisal Pakistan, Siran, Iran, dan lain
sebagainya termasuk di Indonesia. Di negara yang umat Muslimnya terbesar di
seluruh dunia ini, pelajaran Al-Qur’an termasuk penghafalnya mendapatkan
perhatian yang serius dari kalangan muslimin senidiri maupun pemerintah
Republik Indonesia. Keberadaan Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (
Institut PTIQ ) dan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) keduannya di Jakarta,
mengisyaratkan atusiasme umat Islam Indonesia bagi penghafal Al-Qur’an pada
umumnya. Demikian pula dengan sejumlah Pondok Pesantren yang tersebar
diberbagai daerah yang ada di Indonesia salah satunya Pondok Pesantren
Al-Qur’an Al-Itqon yang terletak di Bogor yang mengkhususkan dirinya sebagai
Pondok pesantren Al-Qur'an.
Lebih dari
yang dikemukakan di atas, pelajaran Al-Qur’an tidak hanya terdapat di
negara-negara Islam atau di negara-negara yang mayoritas penduduknya memeluk
Islam, tetapi juga dijumpai negara-negara yang penduduk muslimnya minoritas
sekalipun seperti di Tiongkok, Jepang, Thailand, Australia, New Zeland, dan
lain-lain.[9] Apalagi pada tahun 2000-an ini dimana agama
Islam telah merambah ke semua negara, maka pembelajaran Al-Qur’an termasuk
penghafalannya dapat dikatakan telah merata di seluruh negara di dunia. Di
antara bentuk hafalan yang dilakukan generasi muda Islam dewasa ini ialah
melalui pengkhataman baca Al-Qur’an di bulan Ramadhan dengan menjadikan shalat
tarawih sebagai medianya. Telah menjadi pengetahuan umum bahwa sejumlah masjid
terutama masjid-masjid besar dewasa ini melaksanakan jamaah tarawih dengan
menampilkan imam-imam yang hafizh atau calon-calon hafizh yang membacakan
surat-surat Al-Qur’an secara tartil dengan cicilan satu juz untuk satu malam.
Sehingga, dalam satu bulan sang imam dapat menamatkan bacaan Al-Qur’an dari juz
pertama hingga juz ke-30.[10]
2.
Definisi dan
Sifat-sifat Al-Qur’an serta Perbedaan Al-Qur’an dengan Hadits
a.
Definisi Al-Qur’an
Para ahli
ilmu Al-Qur’an pada umumnya berasumsi bahwa kata Qur’an terambil dari kata qara’a – yaqra’u – qira’atan – wa-qur’anan
yang secara harfiah berarti bacaan. Sebagian ulama menegaskan bahwa kata Qur’an
itu mashdar ( kata kerja yang dibendakan ) yang diartikan dengan isim maf’ul,
yakni maqru’, artinya sesuatu yang dibaca. Maksudnya,
Al-Qur’an itu adalah bacaan yang dibaca. Penamaan Allah Swt yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril.[11]
Perbedaan
ulama dalam menelusuri asal-usul kata Al-Qur’an, mereka juga tidak seragam
dalam memberikan definisi Al-Qur’an. Namun demikian, jika direnungi dengan
seksama terdapat beberapa unsur Al-Qur’an yang disepakati oleh para pakar
ilmu-ilmu Al-Qur’an. Unsur-unsur Al-Qur’an yang dimaksud adalah :
Pertama, al-Qur’an adalah wahyu atau Kalam Allah Swt. Semua definisi
yang diberikan ahli, selalu diawali dengan penyebutan Al-Qur’an sebagai Kalam
atas Wahyu Allah.[12]
Perhatikan misalnya definisi Al-Qur’an yang menurut Muhammad Ali al-Shabuni
konon telah disepakati oleh para ulama khususnya para ulama fikih yaitu :
“Al-Qur’an ialah Kalam Allah
yang memiliki mukjizat, diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan
melalui perantara Malaikat Jibril, ditulis dalam berbagai mushhaf, dinukilkan
kepada kita dengan cara tawatur ( mutawatir), yang dianggap ibadah dengan
membacanya, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas”.[13]
“ Al-Qur’an ialah wahyu
Allah yang diturunkan dari sisi Allah kepada Rasul-Nya Muhammad Ibn “abd Allah
, penutup para nabi, yang dinukilkan daripadanya dengan penukilan yang mutawatir
nazham/lafal maupun maknanya, dan merupakan kitab sumawi yang paling akhir
penurunannya”.[14]
Sebagai wahyu Allah tentu
saja Al-Qur’an mutlak bukan puitisasi para penyair ( pujangga), bukan
mantera-mantera tukang tenung, bukan bisikan setan yang terkutuk, bahkan juga
bukan sabda Nabi Muhammad Saw. Pendeknya, Al-Qur’an adalah kalam Allah Swt,
bukan perkataan selain Dia.
Kedua, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Ini menunjukan bahwa
kalam atau wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi dan rasul Allah yang lain
tidak dapat dinamakan Al-Qur’an. Sebab, seperti ditegaskan sebelum ini,
Al-Qur’an adalah nama khusus yang diberikan Allah terhadap kitab suci-Nya yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Karenanya, kitab-kitab Allah yang lain
seperti Zabur, Taurat dan Injil tidak boleh disebut sebagai Al-Qur’an meskipun sama-sama wahyu dan orang
yang menerimanya sama-sama nabi dan atau rasul Allah. Terlalu banyak disebutkan
untuk disebutkan satu persatu ayat-ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.[15]
Ketiga, Al-Qur’an disampaikan melalui Malaikat Jibril. Semua
ayat Al-Qur’an diwahyukan dengan perantaraan Malaikat Jibril. Memang ada
segelintir pendapat ulama yang menyatakan bahwa sebagian Al-Qur’an diantaranya
surat Al-Kautsar menurut mereka disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Secara langsung tidak melalui perantara
Malaikat Jibril, tetapi pendapat ini selalu dibantah oleh banyak pihak.
Keempat, Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lafal Arab. Para ulama
meyakini bahwa Al-Qur’an diturunkan dari Allah Swt bukan semata-mata dalam
bentuk makna halnya seperti Hadits Qudsi, akan tetapi juga sekaligus lafalnya.
Perhatikan kata lafzhan wa ma’nan
dalam definisi Al-Qur’an yang dikemukakan ‘Afif’ Abd Al-Fattah Thabbarah di
atas. Demikian juga halnya dengan beberapa ta’rif Al-Qur’an yang diformulasikan
para ahli Ilmu-Ilmu Al-Qur’an yang lain. Karena Al-Qur’an dan maknanya berasal
dari Allah Swt, maka terjemahan Al-Qur’an dan bahkan tafsirnya yang dalam
bahasa Arab sekalipun, tidak dapat dikatakan sebagai Al-Qur’an.
Terjemah
Al-Qur’an bukanlah Al-Qur’an, demikian juga tafsir Al-Qur’an. Dan karenanya,
berbeda dengan al-Hadits termasuk Hadits Qudsi yang boleh diriwayatkan hanya
dengan maknanya (riwayat bi al-ma’na),
penyampaian Al-Qur’an tidak dibenarkan menggunakan terjemahan atau
penafsirannya belaka. Itulah pulanya sebab mengapa terjemah dan tafsir
Al-Qur’an selalu dilakukan lebih dahulu menyalinkan teks Al-Qur’annya yang asli
(berbahasa Arab).
Dari
keempat unsur Al-Qur’an diatas, dapatlah dikatakan bahwa Al-Qur’an ialah kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dalam bentuk lafal Arab dengan
perantaraan Malaikat Jibril. Sedangkan hal-hal lain seperti dinukilkan kepada
kita dengan cara mutawatir, diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat An-Nas, serta ditulis dalam mushaf, itu menyangkut hal-hal yang bersifat
teknis bagi penyampaian dan pemeliharaan Al-Quran.[16]
b.
Sifat-sifat
Al-Qur’an
Seperti yang kita ketahui
banyak sifat-sifat yang dimiliki Al-Qur’an, ada sifat-sifat Al-Qur’an ada juga
nama-nama Al-Qur’an. Untuk nama-nama AlQur’an seperti yang pernah kita pelajari
dimata kuliah yang berbeda, nama-nama Al-Qur’an yaitu Al-Kitab, Al-Furqan dan
Al-Huda. Sedangkan sifat-sifat Al-Qur’an yaitu :
-
An-Nuur yang
berarti cahaya, cahaya yang menerangi kegelapan. Al-Qur'an disifatkan sebagai
nur (cahaya) karena ia memberikan cahaya keimanan kepada orang yang berada di
dalam kegelapan serta kekufuran. Selain itu, Al-Qur'an juga menjadi cahaya yang
menerangi jiwa orang yang selalu membacanya dan menghayati isi kandungannya.
Seperti dalam surah An-nisa(4) ayat 174.
-
Al-Huda yang
berarti petunjuk. Al- Qur'an disifatkan sebagai petunjuk karena ia menunjukkan
jalan yang lurus kepada umat manusia. Seperti dalam surah Yunus(10) ayat 57
-
Al ‘Azhim mempunyai arti bahwa Allah adalah Dzat
yang mencapai tingkatan yang paling puncak dari sifat agung, sehingga tidak
bisa dibayangkan oleh akal dan tidak bisa diliput oleh mata batin. Atau, Dialah
yang memiliki ketinggian, kemuliaan, dan kekuasaan yang tidak membutuhkan
pembantu dan tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Allah adalah Dzat Yang
Mahabesar secara mutlak, lahir dan batin.
-
Al-Aziiz yang
berarti mulia, seperti dalam firman Allah Swt “Sesungguhnya orang-orang yang
mengingkari Alqur’an ketika Alqur’an itu datang kepada mereka, (mereka itu
pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah kitab yang
mulia“. (Q. S. Fushshilat (41) : 41)
-
Al-Majiid yang berarti dihormati seperti dalam
firman Allah “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Alqur’an yang
dihormati‘. (Q. S. Al-Buruuj ( 85) : 21)
Dan
yang lainnya seperti Syifa’ yaitu obat, Rahmah yaitu rahmat, Mau’izhoh yaitu
nasihat, Mubarak yaitu yang diberkahi, Basyir yaitu pembawa kabar baik, Nadzir
yaitu pembawa kabar buruk, dsb.[17]
c.
Perbedaan
Al-Qur’an dengan Hadits
Hadits dalam islam merupakan
sumber hukum kedua dan kedudukannya setingkat lebih rendah daripada Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kalamullah
yang diwahyukan Allah SWT lewat malaikat Jibril secara lengkap berupa lafadz
dan sanadnya sekaligus, sedangkan lafadz hadits bukanlah dari Allah melainkan
dari redaksi Nabi sendiri.
Dari segi kekuatan dalilnya,
Al-Qur’an adalah mutawatir yang qot’i, sedangkan hadits kebanyakannya khabar
ahad yang hanya memiliki dalil zhanni.
Sekalipun ada hadits yang mencapai martabat mutawattir namun jumlahnya
hanya sedikit.
Membaca Al-Qur’an hukumnya adalah
ibadah, dan sah membaca ayat-ayatnya di dalam sholat, sementara tidak demikian
halnya dengan hadits. Para sahabat mengumpulkan Al-Qur’an dalam mushaf dan
menyampaikan kepada umat dengan keadaan aslinya, satu huruf pun tidak berubah
atau hilang. Dan mushaf itu terus terpelihara dengan sempurna dari masa ke
masa.
Sedangkan hadits tidak demikian
keadaannya, karena hadits qouli hanya sedikit yang mutawatir. Kebanyakan hadits
yang mutawatir mengenai amal praktek sehari-hari seperti bilangan rakaat shalat
dan tata caranya. Al-Qur’an merupakan hukum dasar yang isinya pada umumnya
bersifat mujmal dan mutlak. Sedangkan hadits sebagai ketentuan-ketentuan
pelaksanaan (praktisnya).
Hadits juga ikut menciptakan
suatu hukum baru yang belum terdapat dalam Al-Qur’an seperti dalam hadits yang
artinya :
Hadits dari Abi Hurairoh R.A
dia berkata, Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah halal mengumpulkan antara
seorang perempuan dengan bibinya (saudara bapak yang perempuan) dan tidak pula
antara seorang perempuan dengan bibinya (saudara ibu yang perempuan). (H.R.
Bukhari dan Muslim).[18]
3.
Pengertian Wahyu dan cara diturunkannya Wahyu
a.
Pengertian Wahyu
Wahyu terambil
dari akar kata waha-yahi-wahyan yang secara harfiah berarti suara, api, kecepatan,
bisikan, rahasia, isyarat, tulisan, dan kitab. Al-Qur’an sendiri yang
didalamnya tersebut 77 kali kata wahyu kebanyakan dalam bentuk kata kerja
(fi’il) menggunakan kata wahyu untuk beberapa pengertian diantaranya :
a.
Wahyu
dalam arti ilham (insting atau intuisi) seperti dalam Surah An-Nahl(16) ayat
68, surah Al-Qhashash(28) ayat 7
b.
Wahyu
dalam arti perintah seperti dalam surah Al-Maidah(5) ayat 111
c.
Wahyu
dalam arti bisikan atau bujukan seperti dalam Surah Al-An’am ayat 121
d.
Wahyu
dalam arti isyarat seperti dalam Surah Maryam(19) ayat 11
Al-Wahyu selanjutnya mengandung arti
pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan cepat. Tetapi dalam istilah teknisi
sehari-hari lebih banyak digunakan dalam arti ajaran Allah yang disampaikan
dengan cepat dan rahasia kepada para nabi dan Rasul.
Menurut Syekh Muhammad Abduh Wahyu adalah pengetahuan
yang didapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan yang penuh, bahwa
pengetahuan itu berasal dari Allah Swt, baik penyampaiannya itu melalui
perantara atau tidak.
Pengertian senada , dikemukakan al-Sayyid Rasyid
Ridha yang memformulasikan wahyu dengan “Suatu ilmu yang dikhususkan untuk para
nabi dengan tidak mereka usahakan dan tidak mereka pelajari. Wahyu ialah suatu
pengetahuan yang mereka peroleh dalam dirinya dengan tidak berijtihad (lebih
dahulu) yang disertai oleh suatu pengetahuan yang timbul dengan sendirinya dan
yakini bahwa yang mencampakkan wahyu kedalam jiwa mereka ialah Allah yang Maha
Kuasa. Pendeknya wahyu itu bukanlah suatu pengetahuan yang dapat dicari apalagi direkayasa,
melainkan datang dengan sendirinya sebagai pengetahuan yang Allah berikan
kepada orang-orang tertentu yang kemudian disebut dengan nabi dan atau
Rasul-Nya.[19]
b.
Cara penurunan Wahyu
Menurut beberapa riwayat,
wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw adalah bermaca-macam.
Pertama, Mimpi yang benar. Dan inilah wahyu yang pertama kali
diterima Rasulullah Saw, sebelum beliau menerima wahyu Al-qur’an seperti diterangkan
dalam riwayat : “Dari ‘Aisyah r.a. ia
berkata : Awal wahyu yang dimulai dengannya Rasulullah Saw ialah melalui mimpi
yang benar diwaktu tidur, lalu waktu itu beliau tidak melihat dalam mimpinnya
itu, kecuali seperti (terangnya) cuaca di waktu pagi”. Wahyu yang dalam
bentuk mimpi yang benar ini ternyata tidak hanya terjadi pada masa-masa awal
kenabian Muhammmad Saw, akan tetapi juga setelah beliau lama menjadi Nabi.
Kedua, Jibril menghembus (menghunjamkan) wahyu kedalam jiwa
Nabi Muhammad Saw, sedangkan nabi sendiri tidak melihat Jibril.
Ketiga, Wahyu itu datang kepada Nabi Saw bagaimana
gemerincingannya suara lonceng atau suara lebah dengan amat keranya. Wahyu
dalam martabat inilah yang paling sedikit jumlahnya tetapi paling berat
dirasakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam menerimanya.
Keempat, Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi Saw dengan
menjelma sebagai seorang manusia. Diriwayatkan bahwa Jibril pernah datang
kepada Nabi dalam rupa Dlihyah Ibn Khalifah, seorang lelaki yang amat tampan
rupanya.
Kelima, Jibril datang kepada Nabi dalam bentuk yang asli,
kemudian Jibril menyampaikan wahyu Allah kepada Nabi Saw seperti dalam AlQur’an
Surah An-Najm(53) ayat 1-14. Macam penyampaian wahyu yang kelima ini sangat
jarang dialami oleh Nabi. Menurut penjelasan Surah An-Najm, Nabi hanya dua kali
melihat Jibril a.s dalam rupanya yang asli, yaitu ketika menerima wahyu
Al-Qur’an yang pertama di Gua Hira dan ketika melakukan perjalanan malam
Isra-Mi’raj di Sidrat al-Muntaha.
Keenam, Allah berbicara secara langsung kepada Nabi Muhammad Saw
secara langsung tanpa melalui malaikat Jibril sebagaimana Allah berbicara
langsung kepada Nabi Musa a.s. Nabi Muhammad Saw pernah berbicara langsung
dengan Allah Swt pada malam hari di waktu beliau mi’raj seperti tersebut dalam
riwayat peristiwa Isra Mi’raj Nabi
Muhammad Saw yang amat populer.
Bentuk manapun penyampaian wahyu itu kepada para
nabi umumnya dan Nabi Muhammad Saw pada khususnya, yang jelas penyampaian wahyu
itu bersifat rahasia dalam arti hanya Allah dan Rasul yang tau hakikatnya.
Sementara pada sisi yang lain, kebenaran
wahyu itu bisa diuji dan selalu teruji kebenarannya. Dengan kalimat lain,
kebenaran mutlak wahyu khususnya wahyu Al-Qur’an, tidak dapat terbantah oleh
siapa, kapan, dimanapun, Maha besar Allah dalam kalam-Nya:
Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang bakhil telah lenyap.
Sesungguhnya yang bathil itu sesuatu yang pati lenyap (QS. Al-Isra(17) ayat 81).[20]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Quran Al-Karim adalah kitab yang oleh Rasul
Saw. Dinyatakan sebagai “Tali Allah yang terulur dari langit ke bumi.
Didalamnya terdapat berita tentang umat masa lalu, dan situasi masa datang.
Siapa yang berpegang dengan petunjuknya dia tidak akan sesat.” Kitab suci ini
juga memperkenalkan dirinya sebagai hudan lil al-nas (petunjuk bagi seluruh
umat manusia), sekaligus menantang manusia dan jin untuk menyusun semacam
Al-Quran. Dari sini kitab suci kita berfungsi sebagai mukjizat (bukti
kebenaran), sekaligus kebenaran itu sendiri.
Lima belas abad yang lalu, ayat-ayat Allah itu
diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw. Menurut orientalis Gibb, “Tidak ada
seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini, yang telah memainkan alat
bernada nyaring yang demikian mampu dan berani, dan yang demikian luas getaran
jiwa yang diakibatkannya seperti apa yang dibaca oleh Muhammad Saw, yakni
Al-Quran.” Bahasanya yang demikian mempesonakan, redaksinya yang demikian
teliti, dan mutiara pesan-pesannya yang demikian agung, telah mengantar kalbu
masyarakat yang ditemuinya berdecak kagum, walau nalar sebagian mereka
menolaknya.
Pemeliharaan
Al-Qur’an diturunkan dari waktu ke waktu, termasuk ketika dunia tulis-menulis
mengalami kemajuan dalam hal percetakan seperti buku-buku dan media cetak
lainnya, Al-Qur’an pun pertama kali dicetak di kota Hanburg, Jerman pada abad
ke-17 M. “Al-Qur’an
ialah Kalam Allah (Wayu Allah) yang memiliki mukjizat, diturunkan kepada penutup para
nabi dan rasul, dengan melalui perantara Malaikat Jibril, ditulis dalam
berbagai mushhaf, dinukilkan kepada kita dengan cara tawatur ( mutawatir), yang
dianggap ibadah dengan membacanya, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup
dengan surat An-Nas”.
Semoga kita tidak hanya memiliki mushaf Al-Quran,
tetapi pandai juga membaca, memahami, dan mengamalkan tuntunannya. Aaamiin yaa
rabbal ‘aalamiin…..
DAFTAR PUSTAKA
-
T.M.
Hasbi Ash-Shidieqi, Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1980), Cet. VII
-
Prof.
Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M , Ulumul Qur’an (Depok: Rajawali
Pers)
-
Al-Shalih,
op,. Cit,.
-
Depaptemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Alquran, Jakarta, 1974.
-
Abu
Bakar Aceh, Sejarah Al-Qur’an, (Ramdhani 1989)
-
Muhammad
Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi’Ulum Al-Qur’an, (Damsyik-Syiria: Maktabah
Al-Ghazali. 1401 H/1981 M)
-
Afif
‘Abd al-Fattah Thabbarah, Ruh ad-Din al-Islami, (Beirut-Lubnan: Dar al-‘Ilm li
al-malayin t.t)
-
Pengantar
Study Al-Qur’an (At-Tibyan) © Mohammad Aly Ash Shabuny Al-256.0.08.12_84_Hr
-
Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Mansyurah al-Ashar
al-Hadis, Riyad, tt. Hal. 15-16.
[1]
T.M. Hasbi Ash-Shidieqi, Sejarah dan
pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), Cet. VII,
H. 112
[2] Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Mansyurah
al-Ashar al-Hadis, Riyad, tt. Hal. 15-16.
[3]
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,
S.H., M.A., M.M , Ulumul Qur’an
(Depok: Rajawali Pers) Hal. 45-46
[4]
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M , Ulumul Qur’an (Depok: Rajawali Pers) Hal. 46
[5]
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,
S.H., M.A., M.M , Ulumul Qur’an
(Depok: Rajawali Pers) Hal. 48-50
[6]
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,
S.H., M.A., M.M , Ulumul Qur’an
(Depok: Rajawali Pers) Hal. 50-53
[7]
Al-Shalih, op,. Cit,. Hlm 81
[8]
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,
S.H., M.A., M.M , Ulumul Qur’an
(Depok: Rajawali Pers) Hal. 56-57
[9]
Uraian lebih lanjut tentang
Al-Qur’an di berbagai negara, baca antara lain Abu Bakar Aceh, Sejarah Al-Qur’an, (Ramdhani 1989), hal
205-233
[10]
Dibeberapa negara yang sempat
penulis kunjungi di bulan Ramadhan, beberapa atau sejumlah masjid
menyelenggarakan jamaan isya dan tarawih dengan beberapa imam (bergiliran),
tetapi dengan melanjutkan bacaan surat yang bersifat konstinu dari surat
Al-Baqarah sampai surat An-Nas
[11]
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,
S.H., M.A., M.M , Ulumul Qur’an (Depok: Rajawali Pers) Hal. 20-21
[12]
Terlalu banyak untuk disebutkan satu
persatu jumlah ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa al-Qur’an adalah kitab yang
diturunkan oleh Allah Swt. Di antaranya ialah al-An’am(6) : 155,
Al-Furqan(15):6, Aaz-Zumar(39):1, As-Sajadah(41):2, dan An-Najm(53):4
[13]
Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi’Ulum Al-Qur’an,
(Damsyik-Syiria: Maktabah Al-Ghazali. 1401 H/1981 M), hal 6
[14]
Afif ‘Abd al-Fattah Thabbarah, Ruh ad-Din al-Islami, (Beirut-Lubnan:
Dar al-‘Ilm li al-malayin t.t), hal 18
[15]
Perhatikan antara lain surat
Al-An’am(6):19, Al-Dahr/al-Insan(76):23 dan An-Naml(27):6
[16]
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,
S.H., M.A., M.M , Ulumul Qur’an
(Depok: Rajawali Pers) Hal. 24-25
[17]
Pengantar Study Al-Qur’an (At-Tibyan)
© Mohammad Aly Ash Shabuny Al-256.0.08.12_84_Hr
[18]
http://www.fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=10147:hubungan-hadits-dengan-al-quran&catid=42:ulumul-hadits&Itemid=387
[19]
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,
S.H., M.A., M.M , Ulumul Qur’an
(Depok: Rajawali Pers) Hal. 81-83
[20]
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M , Ulumul Qur’an (Depok: Rajawali Pers) Hal. 85-89
Untuk ayat Al-Qur'annya bisa langsung dari Al-Qur'an .
Dipresentasikan oleh : Puput, Zia, As'ad, Susi, Ilham, Lukman, Dimas, Yayah, Wulan, Khoir dan Aan pd tanggal 22 februari 2014 dalam Matakuliah : Pengantar Studi Al-Qur'an
Untuk ayat Al-Qur'annya bisa langsung dari Al-Qur'an .
Dipresentasikan oleh : Puput, Zia, As'ad, Susi, Ilham, Lukman, Dimas, Yayah, Wulan, Khoir dan Aan pd tanggal 22 februari 2014 dalam Matakuliah : Pengantar Studi Al-Qur'an
Casinos in the UK - How to find good games - GrizzGo
ReplyDeleteSo, what do we gri-go.com mean by “casinos kadangpintar in the UK”? to find a casino and live casino-roll.com casino games on a mobile phone 바카라 사이트 device in 2021.